“Menantang Proteksionisme dan Unilateralisme untuk Memenangkan Industri Nasional Indonesia”
“Menantang Proteksionisme dan
Unilateralisme untuk Memenangkan Industri Nasional Indonesia”
Oleh: Rioberto Sidauruk
Ketua DPP HAPI/ Pemerhati Hukum Ekonomi Kerakyatan dan Peneliti Industri
Strategis
Sudah saatnya Indonesia berhenti menjadi penonton
dalam pertarungan besar perdagangan dunia. Dunia kini diramaikan oleh
unilateralisme dan proteksionisme yang menciptakan ketidakpastian global. Jika
kita hanya diam dan bersikap reaktif, industri nasional akan terus tertinggal
dan menjadi korban dari permainan negara-negara besar.
Unilateralisme — negara bertindak semaunya sendiri
tanpa menghormati tatanan global — telah merusak keadilan perdagangan.
Proteksionisme — menutup pintu untuk kompetisi sehat — semakin memperparah
keadaan. Lihatlah bagaimana Amerika Serikat di bawah Donald Trump secara
sepihak menaikkan tarif baja dan aluminium. Ini bukan lagi sekadar kebijakan;
ini serangan terbuka terhadap semangat globalisasi yang adil.
Indonesia tidak boleh naif. Proteksi buta terhadap
sektor-sektor strategis seperti baja, farmasi, dan elektronik hanya akan
menciptakan industri "gemuk tapi rapuh." Jika tidak diimbangi dengan
deregulasi yang mendorong inovasi dan efisiensi, kita hanya membangun benteng
pasir di tengah badai global.
Maka dari itu, beberapa regulasi usang harus segera
kita rombak:
- UU
No. 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian harus
diperbaharui untuk mendorong industri berbasis inovasi, bukan sekadar
pabrikasi massal.
- UU
No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan perlu
diperkokoh untuk menghadapi brutalnya unilateralisme dan proteksionisme.
- Perpres
No. 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional
sudah tidak cukup tajam untuk era digitalisasi dan ekonomi hijau.
- UU
Cipta Kerja No. 11 Tahun 2020 harus dioptimalkan
lebih serius, terutama dalam penyederhanaan perizinan dan penguatan
investasi teknologi.
Belajarlah dari kegagalan proteksi beras di era
2000-an. Bukannya menguat, petani kita justru terjebak dalam siklus
produktivitas rendah. Konsumen menjerit, harga melambung. Proteksi tanpa
reformasi adalah bom waktu!
Jika kita terlena, dalam jangka panjang Indonesia
hanya akan menjadi pasar bagi produk asing. Investasi menurun, ekspor stagnan,
industri kita lumpuh. Kita bukan hanya menghadapi kompetisi biasa, tetapi
peperangan inovasi dan kecepatan.
Apa yang harus dilakukan?
Pertama, perlindungan selektif dan temporer.
Lindungi industri yang betul-betul punya potensi global, bukan semua sektor
tanpa prioritas. Setiap proteksi harus punya tenggat waktu dan rencana exit
yang jelas.
Kedua, kuatkan industri hulu. Bangun pabrik
bahan baku sendiri, kurangi ketergantungan impor. Berikan insentif bagi
investasi di sektor ekstraktif dan manufaktur dasar.
Ketiga, sinkronisasi perdagangan dan industri.
Diplomasi perdagangan harus berani dan cerdas: buka pasar baru, tuntut
perlakuan adil, dan negosiasikan transfer teknologi. Jangan hanya jadi pengekor
dalam forum internasional seperti WTO dan RCEP.
Keempat, revolusi sumber daya manusia.
Pendidikan vokasional harus disesuaikan dengan kebutuhan industri masa depan.
Dorong inkubasi startup berbasis teknologi. Luncurkan program "Making
Indonesia 4.0" yang nyata, bukan hanya slogan.
Kelima, diversifikasi ekspor. Hentikan
ketergantungan pada ekspor komoditas mentah. Fokus pada produk bernilai tambah
seperti elektronik, farmasi, dan ekonomi kreatif.
Integrasi kebijakan industri nasional dengan
perdagangan internasional bukan lagi pilihan, melainkan keharusan hidup. Kita
harus berhenti bermental korban. Ini saatnya Indonesia menyerang balik dengan
strategi cerdas: proteksi selektif, deregulasi berani, diplomasi progresif, dan
investasi besar-besaran di inovasi.
Perubahan global bukan kiamat bagi Indonesia. Ini
peluang emas untuk melompat jauh lebih tinggi. Jika kita berani keluar dari
zona nyaman, mengubah regulasi usang, dan menatap dunia dengan percaya diri,
industri nasional Indonesia tidak hanya akan bertahan, tetapi juga memimpin.
Mari bergerak cepat, sebelum dunia meninggalkan kita
lebih jauh! (r10)

Komentar
Posting Komentar