UMKM Indonesia
dan ASEAN Vision 2045: Melangkah Pasti di Tengah Ketidakpastian
Oleh:
Rioberto Sidauruk*
Ketika
ASEAN mencanangkan ASEAN Economic Community (AEC) pada 2015, banyak pelaku UMKM
di kawasan ini memandangnya sebagai ancaman. Bayang-bayang produk asing yang
lebih kompetitif, ketimpangan akses pasar, hingga regulasi yang kompleks
membuat UMKM dihadapkan pada tantangan besar.
Namun
kini, satu dekade berselang, ASEAN tengah menyiapkan loncatan strategis baru: ASEAN
Vision 2045. Visi ini tidak hanya melanjutkan cita-cita integrasi ekonomi
kawasan, tapi juga memperluas cakupan pada isu yang jauh lebih dinamis:
transformasi digital, transisi hijau, dan penguatan keterhubungan antarnegara.
Dunia pun
tidak lagi stabil seperti dulu. Perang dagang antara Amerika Serikat dan
Tiongkok, yang kembali mencuat dalam bentuk kebijakan tarif tinggi (Trump
Tariff), memengaruhi rantai pasok global, harga bahan baku, dan pasar ekspor.
Ketegangan geopolitik semacam ini menyelimuti lanskap ekonomi ASEAN dengan
ketidakpastian. Di tengah semua itu, UMKM dihadapkan pada pertanyaan besar:
apakah mampu bertahan, atau bahkan justru menjadi kekuatan utama kawasan?
UMKM
Bukan Industri Besar, Tapi Fondasi Ekonomi
Satu hal
penting yang perlu disadari adalah bahwa UMKM bukanlah industri besar yang
rentan terhadap guncangan makro. Justru dalam banyak krisis global, UMKM
menunjukkan daya tahan yang lebih kuat dibanding perusahaan besar. Hal ini
karena fleksibilitas, kedekatannya dengan komunitas lokal, dan model bisnis
yang adaptif.
Data
Sekretariat ASEAN menunjukkan, UMKM menyumbang sekitar 85 persen lapangan kerja
dan 44,8 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) kawasan. Namun, hanya 20
persen UMKM yang telah sepenuhnya mengadopsi teknologi digital, menurut laporan
Google-Temasek-Bain 2023. Di sisi lain, menurut data OJK (2023), 69,5 persen
UMKM di Indonesia belum mendapatkan akses pembiayaan perbankan. Rasio kredit
untuk UMKM nasional baru mencapai 20,3 persen dengan tingkat kredit macet (NPL)
sebesar 4,02 persen.
Digitalisasi
sebagai Jalan Naik Kelas
Melalui
ASEAN Vision 2045, kawasan ini menargetkan terbentuknya digital single
market, di mana UMKM dari negara manapun bisa memasarkan produknya ke
seluruh ASEAN. Ini adalah peluang besar, tapi juga tantangan besar, terutama
bagi UMKM mikro dan kecil yang masih terkendala infrastruktur digital dan
literasi teknologi.
Pemerintah
telah menjawab tantangan ini lewat program Kredit Usaha Rakyat (KUR), dengan
target penyaluran Rp300 triliun pada 2025. Hingga Maret 2025, tercatat Rp44,73
triliun telah disalurkan kepada 788.237 debitur. Sebanyak 58 persen dana ini
dialokasikan ke sektor produksi. Namun masih ada tantangan: banyak UMKM belum
memiliki legalitas seperti NIB atau NPWP, belum memahami prosedur pengajuan,
bahkan masih mengalami permintaan agunan tambahan meski plafon kredit di bawah
Rp100 juta.
Produk
Hijau, Pasar Masa Depan
Isu
keberlanjutan telah menjadi bagian tak terpisahkan dari selera pasar global.
Produk yang ramah lingkungan, memiliki jejak karbon rendah, dan menggunakan
bahan baku lokal semakin dicari. Di sinilah keunggulan UMKM dapat diangkat.
Dengan skala produksi yang fleksibel dan relasi kuat dengan komunitas lokal,
UMKM sangat potensial menjadi pemain utama dalam ekonomi hijau.
Agar ini
terwujud, dukungan dibutuhkan dalam bentuk pelatihan produksi ramah lingkungan,
bantuan sertifikasi hijau, serta harmonisasi standar produk antarnegara ASEAN.
Kemitraan
Lintas Negara dan Rantai Pasok ASEAN
Masalah
klasik UMKM adalah sulitnya masuk dalam rantai pasok industri. ASEAN Vision
2045 membuka peluang besar agar UMKM dapat terkoneksi secara horizontal dan
vertikal di tingkat regional. Kemitraan koperasi lintas negara, asosiasi UMKM,
serta konsorsium produksi bersama adalah model yang layak dikembangkan.
Negara-negara
anggota ASEAN perlu menciptakan platform kolaborasi UMKM yang mempermudah
pertukaran informasi, akses pasar, dan pengembangan produk bersama. Ini bukan
hanya mendekatkan pelaku usaha ke konsumen regional, tapi juga membentuk
solidaritas ekonomi antar negara.
Pembiayaan
Inklusif dan Inovatif
Akses
pembiayaan merupakan salah satu penentu pertumbuhan UMKM. Di luar KUR, pelaku
UMKM kini mulai menjajaki jalur alternatif seperti fintech lending,
crowdfunding, dan pembiayaan berbasis komunitas. Inisiatif ini perlu diperkuat
dengan dukungan literasi keuangan digital, serta perlindungan hukum dan
regulasi adaptif.
Pembiayaan
harus tepat guna dan tepat sasaran, tidak hanya menyasar peningkatan omzet
semata, tetapi juga mendukung inovasi produk dan efisiensi proses.
Investasi
pada SDM UMKM
Transformasi
tidak mungkin terjadi tanpa sumber daya manusia yang berkualitas. ASEAN Vision
2045 menekankan pentingnya investasi pada pendidikan vokasional, pelatihan
lintas negara, dan pengakuan sertifikasi regional.
Indonesia
memiliki potensi besar menjadi pusat pelatihan UMKM ASEAN, melalui lembaga
seperti politeknik vokasi, BLK Komunitas, dan inkubator kewirausahaan. Perlu
ada harmonisasi kurikulum pelatihan dan koneksi antarlembaga pelatihan UMKM
antar negara.
Penutup:
Kecil Ukuran, Besar Peran
UMKM
adalah tulang punggung ekonomi yang sering luput dari perhatian. Dalam pusaran
tantangan global seperti perang dagang dan krisis geopolitik, UMKM terbukti
tangguh. Namun untuk bisa melompat lebih jauh, mereka butuh strategi.
ASEAN
Vision 2045 adalah kesempatan emas bagi UMKM untuk bukan hanya bertahan, tetapi
juga memimpin transformasi. Dengan langkah pasti, UMKM dapat menjadi pelaku
utama dalam ekonomi ASEAN yang lebih terhubung, hijau, dan digital.
*Tenaga
Ahli Komisi VII DPR RI/Pemerhati Ekonomi Kerakyatan/Vice President ASEAN SME
Partnership (2015)
.
Komentar
Posting Komentar