UNIFIKASI PILAR PANGAN INDONESIA: KETAHANAN, KEMANDIRIAN, DAN KEDAULATAN
UNIFIKASI PILAR PANGAN INDONESIA:
KETAHANAN, KEMANDIRIAN, DAN KEDAULATAN
Oleh: Rioberto Sidauruk
Pemerhati Hukum Ekonomi Kerakyatan / Peneliti Industri Strategis.
Dalam menghadapi tantangan global yang semakin
kompleks, Indonesia harus segera menyusun kebijakan pangan yang tidak hanya
bersifat reaktif, tetapi juga proaktif dalam menciptakan sistem pangan yang
kuat, berkelanjutan, dan berdaulat.
Untuk itu, ketahanan pangan, kemandirian pangan, dan
kedaulatan pangan harus diintegrasikan dalam satu sistem yang holistik, yang
mampu memastikan swasembada pangan dalam jangka panjang sekaligus mengurangi
ketergantungan pada impor pangan.
Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Koordinator
Bidang Pangan, di tahun lalu telah mengumumkan alokasi anggaran sebesar Rp139,4
triliun pada 2025 untuk mendukung program swasembada pangan.
Dana besar ini rencananya digunakan untuk berbagai
program strategis yang bertujuan meningkatkan ketahanan pangan nasional dan
memberikan kesejahteraan bagi rakyat Indonesia.
Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan,
menegaskan bahwa anggaran tersebut akan tersebar di beberapa kementerian dan
lembaga yang berada di bawah koordinasi Kemenko Pangan, seperti Kementerian
Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), dan Kementerian Pekerjaan
Umum (PU), serta dana pupuk yang dikelola oleh BUMN.
Meskipun alokasi anggaran ini cukup besar, tantangan
terbesar adalah memastikan bahwa dana ini dikelola secara terintegrasi untuk
mendukung swasembada pangan secara menyeluruh, bukan hanya pada sektor-sektor
tertentu, namun dalam sebuah ekosistem pangan yang saling terkait.
Badan Pangan Nasional (NFA) juga menegaskan
komitmennya untuk mendukung penuh agenda prioritas pemerintah dalam Rencana
Kerja Pemerintah (RKP) 2026, khususnya dalam mendorong terwujudnya kedaulatan
pangan nasional.
Penegasan ini disampaikan oleh Plt. Sekretaris Utama
NFA, Sarwo Edhy, seusai mengikuti Rapat Koordinasi Pembangunan Pusat
(Rakorbangpus) Tahun 2025 dan Kick Off Meeting Penyusunan RKP Tahun 2026 yang
diselenggarakan oleh Kementerian PPN/Bappenas di Jakarta pada 5 Mei 2025.
Komitmen yang ditunjukkan oleh NFA ini semakin
menegaskan pentingnya pencapaian kedaulatan pangan sebagai salah satu prioritas
strategis dalam jangka panjang.
Pentingnya Unifikasi Tiga Pilar Pangan
Unifikasi ketiga pilar pangan menjadi sangat penting
mengingat kondisi dunia yang semakin dinamis dan penuh tantangan. Ketahanan
pangan tidak bisa dipisahkan dari kemandirian pangan, dan keduanya sangat
bergantung pada adanya kedaulatan pangan yang mengedepankan kemampuan Indonesia
untuk menentukan sistem pangan sendiri tanpa ketergantungan pada impor.
Ketahanan Pangan
mengacu pada kemampuan negara untuk memastikan pangan yang cukup, aman,
bergizi, dan terjangkau bagi seluruh rakyat. Namun, ketahanan pangan tidak
cukup hanya dengan mengandalkan impor atau mendatangkan bahan pangan dari luar
negeri.
Ketahanan pangan sejatinya harus berasal dari
penguatan produksi dalam negeri, yang memerlukan peningkatan sektor pertanian
serta distribusi yang lebih efisien.
Kemandirian Pangan
berfokus pada pemenuhan kebutuhan pangan domestik dari produksi dalam negeri.
Saat ini, ketergantungan Indonesia terhadap impor bahan pangan seperti gandum,
kedelai, jagung, dan gula masih sangat tinggi.
Ketergantungan ini tidak hanya menambah defisit
perdagangan pangan, tetapi juga memengaruhi daya saing petani lokal yang
semakin terpinggirkan.
Oleh karena itu, mencapai kemandirian pangan berarti
memperkuat produksi pangan lokal dan industri pengolahan berbasis pertanian
rakyat.
Kedaulatan Pangan,
di sisi lain, berbicara tentang hak negara untuk menentukan kebijakan pangan
yang independen dan adil. Kedaulatan pangan berarti Indonesia memiliki kontrol
penuh terhadap kebijakan pangan yang tidak tergantung pada keputusan atau adanya
intervensi dari negara lain.
Kedaulatan ini juga mencakup perlindungan terhadap
benih lokal, peningkatan keragaman pangan tradisional, dan pemberdayaan petani
sebagai aktor utama dalam rantai pasok pangan.
Ketiga pilar ini—ketahanan, kemandirian, dan
kedaulatan—tidak dapat berjalan sendiri-sendiri. Ketiganya harus saling
terintegrasi, membentuk satu sistem pangan yang utuh dan berkelanjutan.
Dalam hal ini, ekosistem pangan nasional harus
dipadukan menjadi kesatuan yang mendukung penguatan ketiga pilar tersebut.
Tanpa unifikasi yang jelas, ketiga pilar ini akan saling bertentangan dan
menghambat pencapaian tujuan pangan berdaulat yang diinginkan.
Tantangan Regulasi dan Kesenjangan antara
Industri dan Petani
Untuk memastikan tercapainya unifikasi ketiga pilar pangan, langkah-langkah
strategis yang terkoordinasi dan komprehensif sangat dibutuhkan. Salah satu
langkah penting adalah merevisi Undang-Undang No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan.
Revisi ini harus mencakup penambahan perlindungan terhadap produk pangan lokal
serta pembatasan impor bahan pangan strategis.
Hal ini sangat penting untuk menjaga stabilitas
produksi nasional, mengurangi ketergantungan pada pasar global, dan memperkuat
daya tawar petani domestik. Tanpa perlindungan yang cukup terhadap produk
lokal, ketahanan pangan Indonesia akan tetap terancam oleh fluktuasi harga dan
pasokan pangan yang tidak terduga dari luar negeri.
Selanjutnya, penguatan Undang-Undang No. 3 Tahun 2014
tentang Perindustrian juga menjadi kunci penting dalam mengintegrasikan ketiga
pilar pangan tersebut. Salah satu langkah yang dapat diambil adalah dengan
menambahkan klausul khusus yang mendukung industri pangan lokal berbasis
pertanian rakyat.
Aturan ini nantinya tidak hanya akan mendorong
hilirisasi yang inklusif, tetapi juga menciptakan nilai tambah di dalam negeri.
Dengan mendukung agroindustri lokal, Indonesia dapat mengurangi ketergantungan
pada impor bahan pangan yang lebih mahal dan rentan terhadap ketidakstabilan
pasar internasional, sekaligus meningkatkan kesejahteraan petani dan sektor
industri pangan lokal.
Hal penting lainnya adalah mendorong implementasi
Undang-Undang No. 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani
dengan memperkenalkan skema kemitraan yang lebih adil antara industri dan
petani.
Dengan memberikan insentif kepada industri yang
berbasis kerakyatan, kita dapat menciptakan hubungan yang saling menguntungkan,
di mana petani memperoleh akses pasar yang adil dan industri mendapatkan bahan
baku berkualitas dari sektor pertanian dalam negeri.
Selain itu, evaluasi terhadap UU Cipta Kerja,
khususnya dalam klaster pangan dan industri, perlu dilakukan agar tidak
mengurangi peran negara dalam menjaga kedaulatan pangan dan perlindungan sumber
daya lokal.
Terakhir, penting untuk menyusun regulasi baru yang
mengatur integrasi sistem pangan nasional secara holistik, dari hulu ke hilir,
yang berbasis pada kemandirian dan keberlanjutan. Regulasi ini harus
menciptakan sinergi antar sektor pertanian, industri pangan, dan perdagangan
untuk mewujudkan sistem pangan yang berdaulat.
Langkah Strategis untuk Mengintegrasikan Tiga Pilar Pangan
Untuk mengintegrasikan ketiga pilar tersebut, negara
harus mengambil langkah-langkah strategis yang tidak hanya sekadar memperbaiki
regulasi, tetapi juga menyelaraskan kebijakan yang ada agar mendukung penguatan
sektor pangan dalam negeri.
Pertama, revisi regulasi yang ada perlu dilakukan
lebih dahulu, dengan tujuan agar lebih mendukung kedaulatan pangan yaitu
membatasi dominasi perusahaan besar dalam rantai pasok pangan. Pemerintah perlu
memberikan insentif kepada industri yang berbasis pada pertanian rakyat dan
memastikan petani kecil mendapat akses pasar yang adil.
Kedua, langkah yang tak kalah penting adalah
memperkuat kemandirian pangan dengan mengurangi ketergantungan pada impor.
Program swasembada pangan yang dijalankan dengan anggaran besar pada 2025 harus
difokuskan untuk mengoptimalkan potensi sektor pertanian domestik dan mendorong
hilirisasi produk pangan lokal.
Penguatan sektor pertanian rakyat, yang menjadi tulang
punggung ketahanan pangan, harus diperhatikan lebih serius dalam setiap
kebijakan yang ada.
Mewujudkan Swasembada Pangan yang
Terintegrasi
Unifikasi ketahanan, kedaulatan, dan kemandirian
pangan adalah langkah penting untuk menciptakan sistem pangan Indonesia yang
berkelanjutan dan kuat. Keberhasilan mengintegrasikan ketiga pilar ini bukan
hanya bergantung pada pembentukan kebijakan yang tepat, tetapi juga pada
implementasi yang konsisten dan koordinasi yang baik antar kementerian dan
lembaga terkait.
Apakah Indonesia akan terus bergantung pada pasar
global, ataukah akan mampu berdiri di atas kaki sendiri dengan sistem pangan
yang mandiri dan berdaulat? Pertanyaan ini menuntut kita untuk mempercepat
proses unifikasi ketiga pilar pangan dalam satu kesatuan yang mendukung
pembangunan nasional.
Dengan sistem pangan yang berpihak pada rakyat dan
petani lokal, Indonesia tidak hanya akan mampu bertahan di tengah
ketidakpastian global, tetapi juga bangkit sebagai bangsa yang berdaulat atas
nasib pangannya sendiri.
Pemerintah harus memastikan bahwa alokasi anggaran
yang besar untuk sektor pangan tidak hanya menjadi angka, tetapi sebuah
strategi yang terintegrasi untuk mewujudkan swasembada pangan yang
berkelanjutan dan berbasis pada kedaulatan pangan Indonesia.(r10)

Komentar
Posting Komentar